Hakim Vonis 3 BulanTerdakwa Mantan Direktur RS Mata Undaan Pelapor Angkat Bicara

 

Sorot Surabaya – Dalam amar putusannya ketua majelis Hakim Tjokorda menyatakan terdakwa mantan direktur rumah sakit mata undaan Surabaya dokter Sudjarno terbukti secara sah dan meyakinkan
dinilai bersalah melanggar Pasal 311 ayat (1) KUHP.

melakukan tindak pidana menista orang lain baik secara lisan maupun tulisan.
Menjatuhkan dan karenanya penjara 3 bulan masa percobaan tidak akan dijalankan bila dalam 6 bulan masa percobaan terdakwa tidak melakukan tindak pidana,” ucap majelis, dalam persidangan di ruang sidang Sari 1 PN Surabaya, Kamis (28/1).

Untuk diketahui Kasus ini bermula saat dokter Sudjarno memberikan sangsi tertulis kepada dokter Lidya Nuradianti.

Dalam teguran tertulis itu, dokter Sudjarno menyebut ada pelanggaran prosedur kerja dan etika profesi dalam penanganan terhadap pasien Alessandrasesha Santoso yang pada 29 November 2107 lalu melakukan Operasi Incisi Hordeolum.

Dalam Operasi tersebut dikeluhkan oleh pasien
Alessandrasesha Santoso karena hanya dilakukan oleh seorang perawat Anggi Surya Arsana yang diperintah lisan oleh dokter Lidya Nuradianti.

Atas putusan tersebut Sumarsono SH kuasa hukum terdakwa Dr Soedjarno melakukan upaya hukum banding.

Terpisah , atas putusan hakim dr Lidya Nuradianti pun angkat bicara didepan beberapa wartawan menyatakan tak keberatan dengan vonis hakim. Menurutnya, hukuman percobaan 3 bulan kepada terdakwa dirasa cukup untuk membuktikan bahwa ia tak bersalah dalam kasus yang menyangkut namanya itu.

“Dengan vonis percobaan tersebut sudah cukup membuktikan bahwa saya tidak bersalah. Saya tegaskan lagi, saya hanya ingin membersihkan nama baik saya atas fitnah dan pencemaran nama baik tersebut ,” beber Lidya kepada beberapa wartawan didampingi kuasa hukumnya, DR George Handiwiyanto, Sabtu (30/1) dikawasan rumah makan Surabaya .

BACA JUGA :  Terdakwa Edo Krisnanto Tabrak Korbannya Hingga Meninggal

Terkait pokok permasalahan sebelumnya, Lidya menjelaskan terdakwa Sudjarno pernah memberikan surat teguran kepadanya yang notabene anak buahnya di rumah sakit.

Lidya dianggap melanggar etika profesi dan prosedur kerja. Akan tetapi, permasalahannya berada pada seorang pasien Lidya, yang ternyata pada mata kirinya telah dioperasi oleh perawatnya sendiri. Padahal, dalam kode etik dan SOP perawat menyebut, perawat tidak memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan operasi.

Lanjut ,Lidya menegaskan, operasi itu pun tidak dalam sepengatahuannya. Ia menuturkan, pada saat itu dirinya tengah melakukan tindakan operasi diruangan lain dengan pasien yang berbeda pula.

“Itu (operasi) tanpa sepengetahuan saya. Karena saat itu saya mengoperasi pasien lain di ruangan lain yang steril, sedangkan operasi yang dilakukan perawat di ruangan non steril,” paparnya.

“Saat itu, ada 6 atau 7 pasien yang harus saya tangani secara beruntun. Makannya saya tidak tahu kejadiannya,” kata Lidya menambahkan.

Lidya menyapaiksn yang sebenarnya kasus tersebut telah dilakukan upaya mediasi, dimana perawat yang bernama Anggi yang kala itu mengoperasi pasien Lidya telah membuat pernyataan yang berisi pernyataan yang menyebut Anggi telah melakukan operasi atas inisiatif dirinya sendiri. Lantas, Lidya menganggap usai adanya surat pernyataan tersebut, maka kasus itu dinyatakan closed atau selesai.

BACA JUGA :  Sengketa Obyek Lahan Bogagin III A Surabaya, Gugatan 9 Ahli Waris Soeparman Tidak Dapat Diterima ( N.O).

 

“Saya tegaskan, itu (operasi) bukan perintah saya. Saat itu, saya juga tidak tahu jika dia (Anggi) melakukan operasi. Itu tanpa sepengetahuan saya,” jelasnya saat dijumpai di kawasan Tegalsari, Surabaya.

Lidya menjelaskan, Anggi memang tak memiliki wewenang untuk mengoperasi kala itu lantaran tak memiliki kapasitas dan tak sesuai SOP atau regulasi keperawatan. Akan tetapi, pihak manajemen rumah sakit malah memberikan surat teguran kepada Lidya, bukan kepada Anggi. “Surat itu” itu diterima Anggi beberapa bulan setelah kejadian.

“Surat (teguran) itu, diberikan 2 bulan setelah kejadian. Padahal pasien juga sudah dilayani dengan baik dan sepakat tidak menuntut. Jadi, kalau ada keterangan pasien protes itu tidak benar, ada bukti tanda tangan pasien kok,” paparnya.

Oleh karena itu, Lidya merasa didzolimi. Tak berdiam diri, Lidya lantas melaporkan kejadian itu ke Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Surabaya. Selanjutnya, laporan Lidya diproses. Beberapa waktu kemudian, terdakwa Sudjarno diminta mencabut surat teguran. Akan tetapi, Sudjarno tidak menghiraukan.

“Sampai 7 bulan, tak ada tindak lanjut saya melaporkan kasus ini ke Polrestabes Surabaya. Setelah 2 bulan diproses penyidik, IDI Surabaya baru mengeluarkan surat bila saya tak bersalah,” aku dokter spesialis mata tersebut.

Seharusnya, lanjut Lidya, surat teguran tersebut diberikan bila ada pasien yang protes atau tidak terima saat itu. Keanehan dirasakan Lidya lantaran pasien baru menuntut usai 7 bulan pasca kejadian.

Perlu diketahui, mulanya Sudjarno memberikan surat teguran kepada dokter Lidya, selaku anak buahnya di rumah sakit tempatnya bekerja. Lidya dianggap Sudjarno melanggar etika profesi dan prosedur kerja.

BACA JUGA :  Kesaksian HRD Bank Prima Sebutkan Adanya Pelanggar S.O.P Hingga Raibnya 5 Milliar Uang Nasabah

Namun, letak permasalahan dirasa Lidya berada pada seorang pasiennya, yang saat itu mata kirinya dioperasi oleh perawatnya bernama Anggi. Dalam peraturan perawat yang ada, menyebutkan bila perawat tak ada kewenangan mengoperasi, melainkan dokter yang bersangkutan.

Selanjutnya, pasien melakukan komplain ke rumah sakit. Bahkan dengan didampingi penasehat hukumkorban meminta ganti rugi lantaran perbuatan tersebut dianggap sebagai malpraktik. Lalu, Sudjarno mengirim surat teguran kepada Lidya dan perawatnya, Anggi

Setelag menerima surat itu, Lidya merasa keberatan. Lidya menegaskan, operasi yang dilakukan perawat Anggi tanpa sepengetahuan dia. Lalu, Sudjarno selaku direktur tak berwenang menegur dengan tuduhan melanggar kode etik. Kasus tersebut berlanjut, yakni manajemen dan Sudjarno rapat dengan pihak yayasan.

Ketika itu, Sudjarno menunjukkan surat teguran kepada pengurusan yayasan yang seharusnya surat tersebut hanya ditujukan pada Lidya.

Perbuatan Sudjarno dianggap penghinaan yang menyerang kehormatan Lidya lantaran tak memiliki kewenangan menilai dokter melanggar etik atau tidak. Kemudian, Lidya menjadi bahan pembicaraan oleh internal rumah sakit.

Terpisah, kuasa hukum Lidya, George Handiwiyanto hanya ingin kliennya tak disangkut pautkan dengan permasalahan yang seharusnya ia dilibatkan. George menilai, kliennya terbukti tidak bersalah seperti yang dituduhkan.

“Beliau (dr Lidya) kan tidak melakukan seperti yang dituduhkan, tidak ada kaitannya, justru itu malpraktik dari perawatnya,” bela George ( red ).

redaksi1587 Posts

Sekilas prolog Sorottransx dibuat pada tanggal 24 Oktober 2017 di Surabaya,berbadan hukum PT GRAHA SOROT MEDIA Update berita politik hukum & kriminal setiap hari di surabaya jawa timur.

Login

Welcome! Login in to your account

Remember me Lost your password?

Lost Password